Mau Jadi Apa Sih Aku? Pertanyaan itu Hadir Membayangi Perjalanan Hidupku yang Tidak Jelas Kemana
Berbicara tentang cita-cita, ingatanku tertuju pada sebuah lagu anak-anak yang sangat fenomenal.
Susan.. Susan..
Kalo gede mau jadi apa?
Aku kepingin pinter
biar jadi dokter...
Seperti halnya aku kecil dulu, bocah ingusan yang belum mengerti apa-apa. Jika ditanya seperti lirik lagu di atas. Dengan lantang dan penuh percaya diri, aku beri tahu pada semua orang inilah cita-citaku.
"Aku ingin menjadi seorang tentara!"
Badan tegap , memakai seragam tentara yang keren dan membawa senjata api laras panjang yang mematikan. Itulah aku nanti. Aku yang gagah berani.
Masa-masa SD selalu diwarnai dengan penuh semangat belajar dan belajar. Karena aku yakin dengan semangat belajarlah apa yang aku cita-citakan bisa aku dapatkan. Ya, akan kubeli cita-citaku dengan kerja keras di setiap hariku.
Namun, cita-cita masa SD mulai luntur setelah aku melihat sosok seorang Guru ketika aku SMP.
"Aku ingin seperti dia." gumamku sambil memperhatikan gaya mengajarnya.
Cara mengajarnya yang mengasikan dan mudah dipahami. Membuat aku tertarik untuk menjadi seorang Guru seperti dirinya. Guru yang disenangi dan dihormati siswa-siswinya.
Sepertinya aku akan mengurungkan niatku menjadi Tentara. Aku ingin menjadi Guru. Menurutku inilah profesi yang paling mulia. Sepertinya menjadi Guru adalah pekerjaan yang begitu menyenangkan.
Lanjut ke SMA. Inilah masa kebingungan terbesar terhadap cita-citaku. Kadang yakin, kadang tidak yakin dengan cita-citaku sendiri. Apa yang harus aku pilih nanti sebagai profesi di tengah-tengah masyarakat.
"Kamu cita-citanya mau jadi apa?" tanya seorang teman padaku
"Jadi Guru" jawabku pelan, tidak begitu yakin dengan apa yang aku ucapkan.
"Mau Jadi Apa Sih Aku?"
Pertanyaan itu hadir bersama kebingunganku. Membayangi langkah-langkahku yang tidak jelas akan kemana.
"Kenapa seperti ini? Ke mana harus kulangkahkan kaki ini? Di mana kaki ini akan berpijak?
Sepertinya lebih baik aku biarkan saja hidup ini mengalir seperti air dan ikuti saja kemana arahnya. Tapi, air itu selalu mengalir ke tempat yang paling rendah. Masa hidupku seperti itu.
"Mau Jadi Apa Sih Aku?"
Pertanyaan itu lagi-lagi hadir bersama kebingunganku. Aku yang bingung dengan cita-citaku sendiri. Aku yang belum bisa memutuskan harus jadi apa aku nanti. Dilema, labil, tak punya arah. Itulah aku.
Orang lain itu sedang sibuk kerja keras agar dapat meraih cita-citanya. Sementara aku, sibuk sana-sini tidak jelas apa yang dituju. Bukankah hidup itu harusnya seperti memanah. Kita harus fokus pada satu titik yang menjadi sasaran.
Ibaratnya anak panah itu adalah aku dan titik sasarannya adalah cita-citaku. Tapi kenyataannya aku ini hanyalah anak panah yang tidak jelas akan melesat kemana. Aku hanyalah anak panah yang tidak punya arah dan tujuan.
"Mau jadi apa sih aku?"
"Ikuti kata hatimu bro!"
Si Karmeng, temanku yang terkenal sok bijak membuyarkan lamunanku.