Surat Terbuka untuk Anakku yang Suka Mengeluh


Surat Terbuka untuk Anakku yang Suka Mengeluh

Nak, salah satu permainan sederhana tapi sangat menyenangkan pada masa kecil Ayah dulu adalah bermain prosotan di atas tanah berlumpur, bersama teman-teman, di bawah guyuran hujan. Itu indah sekali.

Ayah tidak pernah merengek minta dibelikan console game atau handphone yang mahal untuk dapat merasakan kebahagiaan. Toh bisa makan satu hari tiga kali saja sudah alhamdulillah. Pernah suatu hari ayah hanya makan nasi dengan garam, terkadang hanya nasi dan kecap. Apakah saat itu Ayahmu mengeluh? Sama sepertimu nak, Ayah juga mengeluh.

Bahkan pernah Ayahmu ini tidak mau makan masakan yang telah dibuatkan nenekmu, padahal ia telah susah payah membuatkannya. Tapi Ayah akhirnya menyadari satu hal nak, ketika itu Ayah tak sengaja melihat nenekmu yang sedang memasak tapi matanya berlinangan air mata.

Bukan asap dari tungku api yang membuat air matanya berlinangan tapi itu semua karena ia sedih tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anak-anaknya.

Ketika nenek dan kakekmu dapat memberikan makanan yang enak kepada Ayah dan saudara kandung ayah yang lain, entah kenapa terkadang mereka tidak ikut makan bersama dengan kami. Mereka, nenek dan kakekmu dengan santainya berkata kalau mereka sudah makan. Tapi tahukah kamu nak, ternyata mereka berbohong. Mereka rela menahan lapar dan rasa sakit yang penting anak-anaknya bahagia.

Itulah kebahagian mereka nak. 

Melihat anaknya bahagia saja itu sudah lebih dari cukup. 

Begitu pula dengan Ayah dan Ibumu saat ini nak. Kami akan melakukan dan memberikan apapun semampu kami demi kebahagiaanmu. Untuk saat ini, sekolah dan mengaji saja yang rajin, doakan kedua orang tuamu, insya Allah apapun yang kamu inginkan akan kamu dapatkan nak. Man Jadda Wa Jadda!

Tertanda,
Ayahmu yang menyayangimu

Iklan Atas Artikel

Iklan Dalam Artikel 3

Iklan Dalam Artikel 4

Iklan Bawah Artikel